Resensi Buku: Kekerasan Terhadap Anak, Penulis: Abu Huraerah, M.Si., Penerbit: Nuansa, Cetakan I, Juli 2006
Kekerasan terhadap anak! Istilah itu sangat mengerikan kita dengar dan mungkin karena itu pula, kita lebih suka menutup mata. Namun, sejauh kita menghindar, sedekat itu pula kenyataan yang terus terjadi pada anak-anak di Indonesia.
Ternyata, di zaman modern ini, kekerasan anak di Indonesia tidak semakin berkurang, tetapi meningkat dari tahun ke tahun. Seto Mulyadi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia, misalnya, mencatat pada 2003 terdapat 481 kasus kekerasan. Jumlah itu meningkat menjadi 547 kasus pada 2004, dengan 221 kasus merupakan kekerasan seksual, 140 kekerasan fisik, 80 kekerasan psikis, dan 106 permasalahan lainnya. Sebelumnya, majalah Medika mencatat, pada 1992 lalu, dilaporkan terjadi tiga juta kasus perlakukan keji terhadap anak-anak di bawah umur 18 tahun, dan 1.299 di antaranya meninggal dunia.Kekerasan terhadap anak sebenarnya bukan sekadar urusan fisik dan seksual. Itu hanyalah bagian kecil dari kasus yang terjadi. Kalau mau lebih esensial menilai, kekerasan juga meliputi kekerasan psikis dan sosial (struktural).
Melalui beberapa pendekatan ilmiah, buku ini ingin memperlihatkan kepada kita bagaimana kekerasan terhadap anak dari dua sisi, internal dan eksternal selalu menjadi fenomena yang terus terjadi. Ada banyak faktor kenapa terjadi kekerasan terhadap anak.(1) Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu, memiliki temperamen lemah, ketidaktahuan anak akan hak-haknya, dan terlalu bergantung kepada orang dewasa. (2) Kemiskinan keluarga, banyak anak.(3) Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan ibu dalam jangka panjang, atau keluarga tanpa ayah. (4) Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidakmampuan mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (unwanted child), anak lahir di luar nikah. (5) Penyakit gangguan mental pada salah satu orang tua. (6) Pengulangan sejarah kekerasan: orang tua yang dulu sering ditelantarkan atau mendapat perlakukan kekerasan sering memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama. (7) Kondisi lingkungan sosial yang buruk, keterbelakangan.
Namun, di luar faktor-faktor tersebut, sebenarnya kekerasan struktural paling menjadi problem utama kehidupan anak-anak Indonesia. Karena sifatnya struktural, terutama akibat kemiskinan, faktor-faktor lain seperti rendahnya tingkat pendidikan, pengangguran, dan tekanan mental, termasuk lemahnya kesadaran hukum masyarakat dan lemahnya penegak hukum memperkuat tingkat kekerasan terhadap anak. Lebih dari itu, kekerasan struktural juga berdampak luar biasa, jangka pendek maupun jangka panjang.
Kombinasi persoalan internal (keluarga) dan persoalan kultural dihubungkan dengan problem struktural membuat kehidupan anak-anak Indonesia masuk lingkaran setan yang tidak mudah diatasi. Sejak 1999, jumlah anak di jalanan Indonesia meningkat 85%. Di DKI Jakarta, misalnya, pada 2002 jumlah anak jalanan diperkirakan 150 ribu-300 ribu yang berasal dari sekitar Jabotabek (42%), Jabar (19%), Pulau Jawa (27%), dan luar Jawa (12%).
Menurut BPS, pada 2002 terdapat 3.488.309 anak telantar usia antara 5-18 tahun, balita telantar 1.178.82, dan ‘anak nakal’ 193.155 yang tersebar di 30 provinsi. Anak yang membutuhkan perlindungan khusus 6.686.936 dan yang potensial telantar 10.322.674. Anak usia 13-15 tahun yang tidak sekolah juga meningkat 300%. Akibatnya terdapat 2-8 juta anak yang bekerja, di antaranya pada sektor berbahaya: pertambangan ilegal, perdagangan narkoba, sektor alas kaki (industri sepatu), kerja malam, dan pelacuran. Lebih parah lagi, sekitar 36,5 juta anak Indonesia masih di bawah garis kemiskinan.
Situasi di atas tentu sangat memprihatinkan. Berbagai upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak jelas menjadi kewajiban pemerintah, termasuk para pekerja sosial. Masyarakat Indonesia modern ternyata belum sadar bahwa anak memiliki hak penuh untuk diperlakukan secara manusiawi. Di sini, pemerintah sebenarnya punya tugas yang tidak mudah. Pekerja sosial yang mengurusi masalah ini juga masih sangat minim. Karena itu, sangat tepat jika buku ini secara khusus membahas pentingnya gerakan perlindungan terhadap anak.
Buku Kekerasan terhadap Anak disusun secara sederhana; yakni menjelaskan pentingnya kita menjaga kehidupan dan masa depan anak-anak Indonesia yang kondisinya sangat memprihatinkan. Melalui beberapa pendekatan analitis, buku ini ingin mengajak kita agar menjauhkan anak dari bahaya-bahaya struktural maupun kultural. Sekalipun data-data kekerasan terhadap anak di Indonesia tidak banyak berbeda dari yang kita temukan di berbagai media massa, buku ini tetap penting dibaca.Mungkin hal yang agak baru dari buku ini adalah tentang pendekatan paradigmatik dari teori-teori baru berkaitan dengan masalah kekerasan terhadap anak (child abuse). Anak, sebagai generasi bangsa perlu dilindungi, dirawat dan diarahkan kehidupannya. Hentikan kekerasan terhadap anak!
Oleh Siti Nur Aryani
Dipublikasikan Media Indonesia, 18 Agustus 2006
Leave a reply to Iis Cancel reply