Portalkata Indonesia

Linguistic, Literacy, and Education


”Cyber Global” dan Komunikasi Bisnis


ADA tiga kategori pengguna internet, yakni aktif, setengah aktif, dan pasif. Yang pertama adalah mereka yang berhubungan selama 4 – 8 jam, atau bahkan lebih dalam sehari selama satu minggu. Kelompok setengah aktif adalah mereka yang berinteraksi minimal 1 jam dalam sehari selama satu minggu. Sedangkan mereka yang tergolong pasif adalah mereka yang hanya sesekali membuka situs atau sekadar membuka e-email. Apakah Anda sudah benar-benar mendapatkan hasil finansial dari aktivitas bisnis melalui internet?

Pertanyaan ini saya ajukan kepada Anda yang tergolong pengguna internet aktif. Kelompok pengguna aktif ini sangat penting kita bicarakan karena Anda menggunakan internet bukan sekadar sebagai alat bantu (sekunder), melainkan sebagai sarana primer dalam keseharian. Mulai dari mencari informasi, data, berkomunikasi, hingga mencari nafkah, jam kerja Anda habis untuk berselancar di jagat maya.

Apa kabar jagat maya?

Kalau media tradisional seperti koran, majalah, dan tabloid kita sebut sebagai media informasi yang pasif, maka internet bisa kita sebut media interaktif. Berbagai lembaga, komunitas, dan kelompok berita memungkinkan para anggotanya berbagi cerita, berkeluh-kesah, dialog agama, politik, budaya, sastra, bisnis, dan interaksi yang berurusan dengan ekonomi era global.

Internet, kata Dr. Noreena Hertz (2000), pakar ekonomi politik dari London, “Seperti sebuah game telefon yang bisa dimultifikasi dan dimagnifikasi. Ia menyediakan medium tercanggih untuk kepentingan apa saja. Mulai dari soal bualan hingga dialog pergerakan yang sarat dengan teori-teori konspirasi politik.”

Berbagai pembicaraan tekstual maupun layanan bicara disampaikan melintasi batas demi batas dan zona waktu hampir pada saat yang bersamaan. Pesan-pesan muncul campur aduk sehingga kita sulit membedakan mana yang benar dan mana yang dusta. Dalam situasi seperti itu, peluang untuk berbagai kesempatan menjalin relasi bisnis, persahabatan, bahkan relasi intim terbuka lebar.

Selama seseorang punya tujuan, ide, atau kepentingan yang sama, dipastikan keintiman akan mudah terjalin. Sebaliknya, jika tidak akan kesamaan visi, orang mudah memutuskan komunikasi bahkan dengan teman akrabnya. Kalau Anda termasuk pengguna golongan aktif, apakah Anda sudah mampu menggantungkan kehidupan finansial Anda melalui internet?

Pertanyaan fundamental tersebut saya ajukan mengingat fasilitas internet yang semakin banyak menjangkau orang belum maksimal digunakan sebagai sarana bisnis. Alih-alih untuk sarana bisnis atau mencari ilmu pengetahuan. Saluran cyber bagi kebanyakan pengguna di Indonesia, sebagaimana juga terjadi di negara-negara dunia ketiga lainnya, masih sebatas untuk sarana hiburan, atau paling-paling komunikasi yang tidak produktif.

Karena itu, pertanyaan di atas juga bermakna sebagai gugatan “filosofis” terhadap kekeliruan elementer orang-orang dalam memahami makna komunikasi-interaktif. Kelemahan kita adalah memberlakukan internet sebagai media pasif. Sementara orang-orang di negeri maju, terutama pemilik perusahaan gencar berinteraktif memublikasikan tujuan-tujuan bisnis mereka. Aspek internet, di mata perusahaan adalah mengupas manfaat-manfaat besar yang mereka petik dari revolusi dot.com.

Problem komunikasi

Di negeri kita, internet belum menjadi media interaktif bisnis bukan hanya karena soal minimnya penetrasi infrastruktur internet ke lapisan masyarakat, melainkan juga disebabkan oleh (maaf) “mentalitas” kebanyakan orang dunia ketiga yang gagap berkomunikasi melalui jaringan teknologi mutakhir. Ini bisa kita buktikan belum banyaknya orang yang berhasil bisnisnya di jagat maya.

Secara umum, pengguna internet kita masih mempercayai bahwa uang hanya bisa kita dapatkan dari pekerjaan konvensional melalui dunia nyata. Setidaknya, ada tiga hal yang menghambat proses bisnis di internet, yakni kendala bahasa, kendala logika komunikasi marketing, dan kepemilikan ide barang jualan/jasa.

Tanpa kemampuan bahasa, terutama menulis bahasa Inggris, kita akan kesulitan menawarkan produk atau jasa yang kita miliki. Dari sini, dunia bahasa yang selama ini tidak pernah kita pikirkan sebagai syarat berekonomi tiba-tiba menjadi syarat mutlak, bahkan lebih penting ketimbang ijazsah S-1 atau S-2.

Dalam dunia yang semakin beradab, mutu pengetahuan komunikasi dalam bentuk teks sangat penting. Ini sejalan dengan evolusi peradaban suatu bangsa di mana semakin maju sebuah bangsa akan semakin penting akan kebutuhan bahasa yang bermutu. Dan, bahasa teks adalah puncak dari kualitas manusia berbahasa dibanding bahasa lisan.

Kendala bahasa juga akan mempengaruhi marketing. Sebab sekalipun otak kita sudah dijejali banyak teori dan pengalaman, tapi jika tidak pandai menulis secara baik dan elegan, niscaya penawaran kita dianggap tidak profesional. Kita tahu, lawan bicara kebanyakan juga dari orang-orang yang hidup dalam kultur kehidupan beradab seperti Jerman, Inggris, Jepang, Amerika Serikat, Swiss, Italia yang nota bene punya cita rasa komunikasi yang lebih baik dari penduduk negara dunia ketiga.

“Website”, sekadar pajangan

Yang kita hadapi tentu bukan sikap elitisme berkomunikasi, melainkan lebih pada “etika” komunikasi yang baik dan tepat. Sebab bagaimanapun kita tidak mengenal dengan calon klien. Apa pun yang kita tawarkan, entah jasa atau produk harus melalui cara yang komunikatif dalam bentuk teks. Mulai dari surat, proposal, iklan teks dan gambar hingga advertorial harus kita kemas dengan format yang bermutu.

Namun begitu, sesulit apa pun komunikasi kita dengan mereka masih bisa diatasi melalui praktik dan evaluasi secara terus-menerus. Penulis justru ingin menyatakan, komunikasi sesama orang Indonesia dalam relasi bisnis justru yang paling problematis. Komunikasi teks masih belum menjadi sarana utama. Bahkan, sebuah surat e-mail, belum dianggap surat resmi.

Banyak website perusahaan milik orang Indonesia yang memasang alamat surat masuk. Bahkan di dalamnya memuat pesan seperti, “Silakan kirim surat Anda ke alamat ini. Surat yang masuk akan segera kami jawab.” Untuk yang satu ini, Anda boleh tersenyum bahagia. Tapi tunggulah sampai usia Anda habis, tetap saja tidak akan ada respons.

Bahkan website yang jelas-jelas mencantumkan ikon layanan publik milik pemerintah pusat maupun milik pemerintah daerah tak pernah menjadi jembatan penghubung antara pejabat dengan rakyat. Kebanyakan orang kita menganggap website bukan media komunikasi, melainkan sekadar pajangan, tempat mejeng, iklan monolog yang beku, desain jelek, tak nyaman dibaca.

Ini sangat berbeda jauh dengan perusahaan-perusahan asing yang begitu menghargai penawaran atau sekadar menjawab berbagai pertanyaan dari para kliennya. Entah setuju atau menolak, biasanya mereka tetap memberikan jawaban dengan sopan dan menjelaskan duduk persoalannya. Persoalan di atas seolah-olah remeh, padahal inilah tantangan fundamental dunia bisnis kita sekarang. Tanpa perhatian serius, niscaya langkah kita akan terseok-seok meraih peluang bisnis di era cyber global.***

Oleh: Siti Nur Aryani

Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/122006/14/cakrawala/lainnya03.htm



4 responses to “”Cyber Global” dan Komunikasi Bisnis”

  1. good Mr..
    wow..andai 80% orang indonesia punya pemikiran seperti ini.

  2. gmn cara komunikasi yang baik dengan rekan bisnis dan atasan!!!!!

  3. Lanang Andika

    sebagian kegiatan bisnis merasakan komunikasi kurang baik menurut saudara apa yang menjadi penyebabnya apa saran saudara

Leave a reply to Lanang Andika Cancel reply

About Me

A scratch of blazes of senses and thoughts while playing with adults, children, natures, and words!

Newsletter